Angin Segar Usaha Ekspres dan Logistik
Robert Sanjaya
SEBAGAI konsultan, penulis terkadang harus menghadapi keputusan akhir dari klien multinasional-yang tentunya berbasis di luar Indonesia-secara mendadak. Kadangkala keputusan tersebut juga meliputi pengiriman data dalam bentuk dokumen yang cukup signifikan jumlahnya.
Dengan kemajuan teknologi Internet, beberapa dokumen dapat dikirim melalui email. Namun, jika filenya terlalu besar, sementara data tersebut harus diterima pada saat itu juga atau paling lambat sehari kemudian, pengiriman melalui jasa layanan pengiriman ekspres internasional sepertinya menjadi solusi terbaik.
Suatu ketika pernah salah satu klien yang bermarkas di Jepang akan menggelar acara jumpa pers di Indonesia sementara material untuk pers yang dibutuhkan baru selesai dibuat dua hari sebelum hari penyelenggaraan. Untunglah, dengan bantuan salah satu perusahaan pengiriman ekspres internasional, dalam waktu kurang dari 36 jam paket tersebut sudah sampai ke tangan penulis.
Kejadian di atas hanyalah skala yang sangat kecil dari peran jasa layanan pengiriman ekspres internasional. Bayangkan jika Anda bekerja di sebuah perusahaan manufaktur yang selalu membutuhkan persediaan suku cadang dan selalu harus memproduksi. Sementara pada saat yang sama menjalankan aktivitas pemasaran.
Semua dokumen maupun suku cadang yang dikirim harus tiba tepat waktu dan tidak menyediakan sedikit pun ruang untuk kesalahan. Memang Anda memiliki pilihan untuk menyediakan fasilitas gudang dan pengiriman sendiri. Namun, coba diperhitungkan investasi yang harus dikeluarkan.
Kita harus menanam modal untuk tanah, bangunan, fasilitas kantor, prasarana teknologi informasi pengelolaan gudang, sumber daya manusia dan beragam hal memusingkan lainnya.
Belum termasuk kinerja yang harus diperhitungkan berkaitan dengan bea dan cukai yang kebijakan-kebijakannya di setiap negara berbeda satu sama lain.
Di sinilah perusahaan-perusahaan penyedia jasa layanan pengiriman ekspres internasional, seperti FedEx, TNT, UPS, dan DHL berperan sangat besar. Perusahaan-perusahaan tadi rata-rata menyediakan solusi pergudangan dan logistik yang cukup komprehensif.
Biasanya jasa tersebut diberikan dengan cara mengoperasikan sebuah jaringan layanan logistik dengan pusat-pusat layanannya (logistics centers) yang terletak di kota-kota bandar udara (bandara) paling strategis di dunia seperti Miami, Singapura atau Hongkong, yang merupakan hub atau titik penghubung regional jaringan transportasi ekspres udara.
Dengan memanfaatkan jaringan layanan transportasi ekspres udara yang tersedia, pusat layanan logistik biasanya menawarkan serangkaian layanan logistik yang menyeluruh. Seperti inbound receipt, verifikasi barang secara cepat, pengelolaan suku cadang dan inventaris perusahaan, serta pengelolaan gudang dan sarana penyimpanan proses pemesanan. Juga pengurusan dokumentasi, penanganan barang-barang berbahaya sampai penyelesaian proses pengiriman.
Misalkan saja DHL yang mengoperasikan pusat layanan logistik yang mereka sebut sebagai Express Logistic Centers (ELC) di Bahrain, Brisbane, Brussels, Hongkong, Johannesburg, Miami, dan Singapura. DHL juga memperluas jangkauannya dengan membangun SPC (strategic parts center) di negara-negara yang potensial pertumbuhannya, termasuk Indonesia.
Dengan mengoperasikan SPC di Jakarta yang berlokasi di Bandara Soekarno-Hatta, DHL dapat melakukan pengiriman suku cadang yang dibutuhkan segera oleh para pelanggan. Misalnya pengiriman hari itu juga atau jangka waktu tertentu yang telah disepakati oleh pelanggan.
Jadi daripada harus memelihara dan mengelola gudang sendiri, para konsumen dapat menyewa ruangan dan menyimpan stok untuk kebutuhan darurat mereka di SPC. Secara bisnis, hal tersebut tidak akan meningkatkan keuntungan perusahaan, namun akan meningkatkan efisiensi biaya operasional secara signifikan.
Angin segar
Akhir tahun lalu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyempurnakan kebijakan tentang petunjuk pelaksanaan penyelesaian barang penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, kiriman melalui jasa titipan dan kiriman pos dengan mengeluarkan kebijakan baru No Kep-83/BC/2002.
Inisiatif ini dibutuhkan karena peran dan kontribusi importir makin terasa dalam proses pemulihan ekonomi Indonesia. Data devisa impor tahun 1996/1997-2002 dari situs Dirjen Bea dan Cukai menyebutkan bahwa dokumen impor yang dapat ditangani kian meningkat, dari 590.688 dokumen di tahun 2001 menjadi 701.846 tahun 2002.
Dengan adanya keputusan tersebut, sekarang para manufaktur dan pebisnis di kawasan berikat di Indonesia bisa memperoleh keuntungan dari lebih cepatnya proses pengeluaran barang dan bahan baku impor.
Dengan kebijakan ini, barang impor yang masuk ke Kawasan Berikat melalui perusahaan jasa titipan (PJT) bisa dikeluarkan dalam waktu 24 Jam sejak waktu kedatangan. Istimewa, karena sebelumnya membutuhkan waktu antara dua hingga empat hari.
Dengan keputusan baru ini, PJT diperkenankan mengisi dan menyerahkan formulir BC 2.3, dokumen resmi yang dibutuhkan untuk mengeluarkan barang impor melalui PJT ke Kawasan Berikat. Sebelumnya, pengurusan dokumen BC 2.3 hanya dapat dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Berikat sehingga membutuhkan waktu yang panjang mengingat besarnya jumlah barang impor yang setiap hari masuk ke Kawasan Berikat.
Dengan diperbolehkannya PJT menyiapkan dokumen BC 2.3 tersebut, operasional pengiriman akan menghemat begitu banyak waktu karena PJT sudah memiliki detail lengkap dari pengiriman barang yang akan masuk. Tinggal diajukan kepada petugas Bea dan Cukai untuk diproses sesuai peraturan yang ada.
Satu lagi perubahan dalam keputusan ini, yaitu menyebabkan lebih fleksibelnya para importir dalam pengeluaran barang dengan cepat (express clearance). Berdasarkan keputusan lama, hanya pengiriman barang dengan berat maksimum 20 kilogram dan bernilai maksimum 5.000 dollar AS boleh memperoleh perlakuan ekspres itu. Dengan keputusan yang baru, kiriman dengan berat tidak melebihi 100 kilogram atau nilai (harga) tidak melebihi 5.000 dollar AS per house AWB (airway bill) dapat memperoleh express clearance. Sementara untuk tujuan Tempat Penimbunan Berikat tidak dibatasi berat maupun nilainya.
Melalui keterangan tertulisnya pada saat memperkenalkan kebijakan baru ini kepada pers awal tahun ini, Eddy Abdurrachman, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, menyatakan bahwa keputusan baru ini merupakan bukti dari dukungan dan komitmen Ditjen Bea dan Cukai terhadap komunitas bisnis Indonesia. "Kami memahami bahwa ada kebutuhan untuk mengurangi birokratisasi dan meningkatkan proses pengeluaran barang (clearance) agar para manufaktur dan importir Indonesia bisa menjadi lebih efisien dan kompetitif," ujarnya kala itu.
Mengomentari kebijakan tersebut, Alan Cassels, Senior Technical Advisor, PT Birotika Semesta/DHL Express menyambut baik perampingan proses clearance bagi barang-barang impor khususnya bagi para konsumen di Kawasan Berikat. "Karena dengan kebijakan baru ini, DHL dapat memastikan bahwa proses pengeluaran barang impor para pelanggan DHL dapat diselesaikan pada hari itu juga," katanya.
Sementara itu, melalui keterangan tertulis yang sama, Johari Zein, Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo) juga menyatakan kesan positifnya terhadap kebijakan tersebut. Perubahan keputusan ini dikatakan merupakan perkembangan positif bagi industri pengiriman ekspres Indonesia karena proses pengeluaran barang dapat berlangsung lebih cepat. Yang pada akhirnya hal ini akan dapat meningkatkan kemampuan para manufaktur Indonesia untuk lebih kompetitif di pasar global.
Untuk berbagai industri di Indonesia, proses clearance yang cepat akan mengurangi risiko keterlambatan, kerusakan dan kehilangan barang impor dan barang baku tersebut. "Karena barang-barang tersebut dikeluarkan lebih cepat dari kawasan berikat, maka penghematan bisa dilakukan dengan berkurangnya biaya sewa gudang," kata Johari Zein.
Peran kurir
Satu faktor utama yang menentukan citra maupun kinerja dari semua perusahaan penyedia jasa layanan ekspres maupun logistik adalah tenaga kerja kurir. Terkadang, secara eksternal maupun internal, peran orang-orang lapangan ini dianggap sebagai nomor dua. Padahal, merekalah ujung tombak perusahaan.
Kinerja mereka adalah juga kinerja perusahaan. Oleh karena itu, mereka sangat mempengaruhi kinerja dan indeks kepercayaan konsumen kepada perusahaan-perusahaan jasa layanan pengiriman.
Mereka adalah orang-orang yang berhadapan langsung dengan pelanggan untuk mendengar keluhan-keluhan seperti "Mengapa lama sekali? Mengapa sampai dua hari? Kami sudah menunggu kirimannya dari kemarin". Padahal, kiriman tersebut tepat waktu karena si pengirim telah menyepakati kapan kirimannya akan diterima dengan perusahaan layanan kurir ini.
Mereka juga yang mengenal jalan-jalan "tikus" agar dapat mencari alternatif jalan tercepat agar kiriman tepat waktu. Mereka yang setiap hari harus menghadapai stres akibat kemacetan di jalan raya.
Merekalah pihak yang harus mengatasi kesulitan pengiriman barang sebenarnya karena alamat tidak jelas, nama tidak jelas, dan lain sebagainya. Dan mereka juga yang sebenarnya menjaga keamanan dokumen selama proses pengiriman. Intinya, merekalah public relations sesungguhnya bagi perusahaan jasa layanan pengiriman ekspres karena citra mereka adalah juga citra perusahaan.
Hal lain, awal tahun 2003 sepertinya menjadi tren bagi perusahaan-perusahaan lokal maupun internasional untuk mengganti logo mereka. Tak mau ketinggalan, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman ekspres dan logistik pun mengganti logo mereka.
Maret lalu, United Parcel Service (UPS) melakukan hal itu. Perusahaan penyedia jasa pengiriman paket dan layanan supply chain yang bermarkas besar di Atlanta itu mengumumkan penggantian logonya setelah menggunakannya selama lebih dari 40 tahun.
UPS menyatakan bahwa pergantian logo tersebut melambangkan pengembangan kapabilitas mereka yang sudah menjangkau seluruh dunia dan meliputi portofolio layanan supply chain. Mike Eskew, Chairman dan CEO, UPS, menyatakan, "Kami mengubah penampilan untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada kapabilitas kami," ujarnya melalui siaran pers. Padahal, logo lama UPS adalah hasil desain Paul Rand, yang dikenal juga sebagai orang yang mendisain logo untuk IBM dan ABC.
Setelah UPS, pada bulan Mei 2003, DHL juga mengumumkan brand baru mereka. Namun, pergantian brand yang meliputi penambahan warna kuning di belakang logo DHL tersebut dilatarbelakangi penggabungan DHL, Danzas dan Deutsche Post Euro Express menjadi satu kekuatan raksasa di sektor ekspres dan logistik. Ketiga perusahaan adalah perusahaan milik Deutsche Post World Net (DPWN), yang bermarkas besar di Jerman.
DPWN memilih DHL sebagai brand yang memayungi ketiga perusahaan, karena berdasarkan survei dan penelitian independen, DHL adalah brand yang paling dikenal, dipercaya dan disegani. "DHL adalah Coca Cola-nya perusahaan ekspres dan logistik," tegas Dr Klaus Zumwinkel, chairman of the board of management DPWN.
Namun karena Deutsche Post Euro Express tidak beroperasi di Indonesia, untuk Indonesia, DHL mengoperasikan DHL Express dan DHL Danzas Air & Ocean. DHL Express adalah divisi yang menangani jasa layanan pengiriman ekspres internasional lewat udara (Di Indonesia, DHL beroperasi melalui PT Birotika Semesta).
Sementara DHL Danzas Air & Ocean mewakili bisnis Danzas Intercontinental terdahulu. Jika DHL Express menangani pengiriman dokumen dan paket dengan berat pada umumnya sampai dengan 250 kilogram, DHL Danzas Air & Ocean memiliki pangsa pasar pengiriman freight dan peti kemas melalui laut dan udara (pada umumnya di atas 250 kilogram).
Bergabungnya layanan DHL dan Danzas akan menjadi kekuatan baru yang menguasai tidak saja pangsa pasar pengiriman ekspres udara, tetapi juga pangsa pasar freight dan logistik internasional. Yang menarik, penggabungan kekuatan tersebut memungkinkan penyediaan one-stop access kepada pelanggan DHL dan Danzas.
Pada saat pengumuman logo baru DHL di Jakarta, Chris Remund, Technical Advisor to Directors, DHL Danzas Air & Ocean, sempat menyatakan, "Integrasi ini memposisikan DHL sebagai perusahaan yang lebih besar dan lebih baik dari sebelumnya. Integrasi tersebut juga berarti bahwa ’DHL baru’ akan mendominasi Asia."
DHL sendiri kini menyatakan telah menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar pengiriman ekspres internasional melalui udara untuk Indonesia. Jadi, sangat menarik untuk mengetahui bagaimana pembagian pangsa pasar tahun depan, setelah bergabungnya DHL dan Danzas.
Apakah akan terjadi dominasi? Atau apakah perusahaan-perusahaan ekspres dan logistik lain akan mengikuti langkah mereka dengan melakukan merger atau konsolidasi? Kita tunggu saja.
Robert Sanjaya Konsultan Berdomisili di Jakarta